Sabtu, 27 November 2021

Review Makalah Strategi Dakwah Berbasis Pesantren Di Era Industry 4.0

 


Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

   Telah dikatakan oleh Klaus Schwab bahwa dunia telah melalui 4 tahapan revolusi: Pertama Revolusi Industri 1.0 ini terjadi pada abad 18 ditandai dengan ditemukannya mesin uap, sehingga barang-barang bisa diproduksi masal. Kedua Revolusi Industri 2.0 yang ditandai dengan penggunaan tenaga listrik sehingga biaya produksi jadi murah. Ini terjadi di abad 19-20. Ketiga Revolusi Industri 3.0 ditandai dengan penggunaaan computer. Ini terjadi sekitar tahun 1970-an. Keempat Revolusi Industri 4.0 yang terjadi sekitar tahun 2010 dan ditandai dengan munculnya kecerdasan buatan sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. 

  Word Ekonomi Forum (WEF) menjelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi berazaskan cyber physical system yang merupakan satu kesatuan antara digital, fisik dan biologi dengan memiliki ciri bermunculan kecerdasan-kecerdasan buatan atau yang disebut artificial intelligence, robot cerdas, mobil otomatis. Hal ini semunya juga membutuhkan keamanan cyber dan lain sebagainya. Revolusi Industri 4.0 mengakibatkan disrupsi. Disrupsi adalah sesuatu yang tercerabut dari akarnya atau perubahan yang mendasar atau fundamental. 

   Tak terkecuali dengan revolusi industri 4.0 ini, berbagai aspek kehidupan manusia mengalami perubahan, dari yang awalnya sulit kini menjadi mudah. Maka dari itu pada era ini tersimpan tantangan dan kesempatan. Hanya saja harus disadari bahwa peluang yang sangat besar itu hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang bisa berkompromi dengan kondisi atau mau mengikuti perkembangan zaman, melek dan akrab dengan IT. Bagi yang gaptek tentunya akan tergilas oleh zaman dan kehilangan peluang besar ini.

   Peluang dan tantangan yang diakibatkan oleh revolusi Industri 4,0 ini berlaku bagi semua orang. Takterkecuali Sistem Pendidikan di Pesantren, Santri pondok pesantren adalah generasi yang juga hidup di era revolusi ini. Sebuah pertanyaan besar. Bisakah santri menghadapi kehidupan di Era Revolusi industry ini. Kaitanya Era Revolusi Industry 4.0 dengan tujuan pendidikan pesantren, banyak kyai pesantren yang mendasarkan tujuan pendidikannya Bahwa seharusnya orang yang mencari ilmu meniatkannya untuk mencari ridlo Allah dan hari akhir, meniatkan untuk menghilangkan kebodohan darinya dan dari semua orang orang bodoh, menghidupkan agama dan melanggengkan Islam. 

 Mastuhu berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlak mulia, dan ahklak mulia ini merupakan kunci rahasia keberhasilan hidup bermasyarakat. Dengan kata lain orientasi tujuan pendidikan pesantren masih bersifat inward looking dari pada outward.

  Santri yang saat ini berada di pondok pesantren adalah generasi Z dan generasi A yang mereka terlahir di dunia yang serba digital. Memisahkan generasi ini dengan teknologi informasi sama dengan memisahkan ikan dari air. Memberikan teknologi kepada mereka tanpa kontrol pun juga sangat berbahaya karena daya rusaknya sangat dahsyat. Di sinilah letak bargaining pesantren di era revolusi industri 4.0, artinya pesantren harus tetap menjaga misi awalnya yaitu pembianaan akhlak dan tafaqquh fi al-din namun demikian juga memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh santri di zamannya. Tidak ada sesuatu tanpa resiko, dan itu memang harus dibayar demi mendapatkan manfaat yang lebih besar, baik untuk dakwah, ekonomi, dan segala aspek kehidupannya yang lain. 

Kamis, 25 November 2021

Review Makalah Mahasiswa Memahami Bagaimana Mengenali Medan Dakwah

 


Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

   Medan dakwah adalah tempat dimana dakwah diadakan (berlangsung). Syarat utama dakwah sebenarnya hanya dua, yaitu ada da’i dan ada mad’u. Keduanya saling terkait dan terikait. Sebagai seorang da’i. sebelum menyiarkan agama ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang paling utama yaitu mengenal medan berdakwahnya. 


   Siapa mad’u nya, da’i harus mengetahui dahulu siapa penerima dakwahnya. Bagaimana latar belakangnya, seperti apa budayanya. Dari situ da’i akan dengan mudah menentukan materi yang akan disampaikan dan bagaimana penggunaan bahasa yang pas untuk mad’u nya, serta umpan balik apa yang akan diterima da’i oleh mad’u.

   Pemilahan bahasa dalam berdakwah sangat menentukan keberhasilan seorang da’i dalam berdakwah. seperti, pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i relevan dengan kebutuhan mad’u. Begitu juga dengan faktor pesona da’i. Terus dengan kondisi psikologis mad’u. Dan terakhir kemasan dakwah yang menarik.

Rabu, 24 November 2021

Review Makalah Tantangan dan Peluang Dakwah Berbasis Pesantren Pasca Era Reformasi

Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember


  Dunia Pesantren terus berkembang dari waktu ke waktu. Pada era reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri dan mendapatkan tempat di kalangan pergaulan internasional. Pendidikan pondok pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Pesantren diakui pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal dan lainnya.

  Pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki sistem pendidikan terbaik.

 Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat ( indigenous ) pada masyarakat muslim Indonesia, dalam perjalanannya mampu menjaga dan mempertahankan keberlangsungan dirinya (survival system)serta memiliki model pendidikan multi aspek. Santri tidak hanya dididik menjadi seseorang yang mengerti ilmu agama, tetapi juga mendapat tempaan kepemimpinan yang alami, kemandirian, kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, kesetaraan, dan sikap positif lainnya. 

  Modal inilah yang diharapkan melahirkan masyarakat yang berkualitas dan mandiri sebagai bentuk partisipasi pesantren dalam menyukseskan tujuan pembangunan nasional sekaligus berperan aktif dalam mencerdaskan bangsa sesuai yang diamanatkan oleh Undang- undang Dasar 1945.


 Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara. Tapi dengan masalah yang dihadapi saat ini, pesantren pada umumnya dipahami sebagai lembaga pendidikan agama yang bersifat tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat melalui suatu proses sosial. 


 Pesantren selain sebagai lembaga pendidikan juga berperan sebagai lembaga sosial yang berpengaruh. Keberadaannya memberikan pengaruh dan warna keberagaman dalam kehidupan masyarakat sekitrnya, tidak hanya di wilayah administrasi pedesaan, tetapi tidak jarang melintasi daerah di mana pesantren itu berada.


  Pesantren dapat dijadikan sebagai agen perubahan (agent of change) sebagai lembaga perantara yang diharapkan dapat berperan sebagai dinamisator dan katalisator pemberdayaan sumber daya manusia, penggerak pembangunan di segala bidang, serta pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menyongsong era global. Sehingga inilah yang nantinya akan menjadi visi dan misi semua pihak khususnya pemerintah untuk segera melakukan perubahan pada dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

REVIEW MAKALAH DINAMIKA DAKWAH BERBASIS PESANTREN PASCA ERA REFORMASI (TITIK BALIK MOMENTUM 1998)

 


Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember


 Dakwah adalah suatu istilah yang sangat dikenal dalam dunia Islam. Dakwah dan Islam merupakan dua bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya, karena Islam tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya dakwah. 


  Di dalam perkembangan dakwah Islam, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran dalam mengembangkan aktivitas dakwah. Hal ini dapat dilihat dari dua fungsi utama pondok pesantren, yaitu sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.

 Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam (Indonesia), ternyata kedua fungsi utama tersebut telah dilaksanakan oleh pondok pesantren (pada umumnya) dengan baik, walaupun dengan berbagai kekurangan yang ada. Dari pondok pesantren lahir para juru dakwah, para pengajar (mu’alim), ustadz, para kiai pondok pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, bahkan yang memiliki profesi sebagai pedagang, pengusaha ataupun bidang lainnya. Melihat pertumbuhannya, pesantren telah beberapa kali mengalami perubahan dalam sistem pendidikannya dan isi kajian yang ada di dalamnya, yang dimulai sejak masuknya Islam ke Indonesia abad XIII. Seiring dengan perubahan jaman, maka di era reformasi dan globalisasi yang serba modern mengakibatkan prilaku kehidupan masyarakat turut bergeser sehingga menimbulkan berbagai perubahan sosial yang bukan hanya melibatkan aspek lahiriah, tetapi juga mempengaruhi nilai keagamaan suatu masyarakat. Quraish Shihab menyatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai ciri khas dan pandangan hidupnya, mereka melangkah berdasarkan kesadaran tentang hal itu, yang melahirkan watak dan kepribadiannya yang khas. Pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, terwujud dengan baik dan berkesinambungan apabila nilai agama terstruktur dan terpelihara dalam kehidupan pribadi dan masyarakat yang berawal dari keluarga. 

  Salah satu upaya untuk mempertahankan nilai ajaran agama di samping melalui kehidupan keluarga adalah melalui sistem pendidikan, antara lain melalui pendidikan pondok pesantren. Tata nilai yang berkembang di pesantren mengajarkan, bahwa seluruh aktifitas kehidupan adalah bernilai ibadah. Sejak memasuki lingkungan pesantren, seorang santri telah diperkenalkan dengan suatu model kehidupan yang bersifat keibadatan. Ketaatan seorang santri terhadap kiai merupakan salah satu manifestasi atas ketaatan yang dipandang sebagai ibadah. Keberadaan pondok pesantren di Indonesia, dalam perkembangannya sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan. Hal ini disebabkan bahwa dari sejak awal berdirinya pesantren disiapkan untuk mendidik dan menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat melalui pengajian, baik dengan sistem tradisional maupun modern. 

  Pesantren pada umumnya memiliki kesamaan antara satu pesantren dengan pesantren yang lain, yaitu adanya kesamaan ideologi serta memiliki kesamaan referensi dengan metode pengajaran yang sama, sehingga menjadikan pesantren memiliki kekuatan yang cukup signifikan dan dapat diperhitungkan oleh siapapun juga. Kekuatan yang dimiliki oleh pesantren di antaranya karena pondok pesantren tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama. Santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan kepemimpinan seorang kiai, dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Perkembangan pendidikan pondok pesantren merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat akan suatu sistem pendidikan alternatif. Keberadaan pondok pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan, juga sebagai lembaga dakwah dan syiar Islam serta sosial keagamaan. 

Selasa, 16 November 2021

Biografi Syekh Sulaiman Al-Jamzuri Pengarang Kitab Tuhfatul Athfal

 


Oleh: Taufik Hidayat Santri Nurussalam Ambulu Jember, Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

NAMA
Sulaiman Bin Husain Bin Muhammad  Bin Salabi Al Jamzuri ,yang mashur dengan Al Afnaadi, dinamakan Al Jamzuri karena nisbat ke Jamzuur yaitu sebuah kota di Mesir Arabiyah yang bernama Tondata atau yang sekarang di sebut Tontho ( Tanta).Imam Jamzuri adalah ulama abad ke 12 hijriyah.

KELAHIRAN
Beliau lahir pada bulan Rabiul Awal  tahun Bid’un  Wasitin Ba’da Miah Wa Alf 

GURU
Imam jamzuri adalah seorang ulama bermadhab Fiqih Imam Syafii
Diantar guru beliau adalah

1.Syaikh Nuruddin Ali Bin Umar Bin Hamd Bin Umar Bin Naji Bin Fanisy  yang mashur dengan sebutan Imam Al Mihiy yaitu nisbat ke Al Miyah yaitu sebuah kota  di wilayah Mesir , wafat pada tahun 1204 H beliau ahli di bidang Tajwid dan qiroah dan menyebarkan ilmu di Wilayah Al Azhar.nama guru ini yang di sebut dalam matan Tuhfatul Athfal

2.Syaikh Mujahid Al Ahmadi  ,nama aslinya Muhammad Abu Nuja yang mashur dengan sebutan Sayyidi Mujahid ,beliau dalah ulama abad ke duabelas hijriyah.beliau lah yang memberi gelar Imam Al Jamzuri dengan sebutan Al Afnaadi ,dalam bahasa Turki menunjukkan keagungan dan ketinggian.

KARANGAN 

 1.Tuhfatul Atfal  Wal Ghilman Fi Tajwidil Quran ( Nadzom)
2.Fathul Aqfal Bi Syarh Tuhfatul Athfal
3.Kanzul Maani Bi Tahriri Hirozul Amani
4.Fathurrahman Bisarhi Kanzul Maani Fi Qiraoat Sab’i
5.Mandumah Fi Riwayat Imam Waras
6.Jamiul Mussaroh Fi Syawahid Asyatibiyah Wa Durrah
7.Addur Mandum Fi Udril Ma’mun
8.Attirozul Marqum Bi Syarhi Dur Mandum

Karangan yang sangat di kenal adalah Tuhfatul Atfal  Wal Ghilman Fi Tajwidil Qur’an    ( Nadzom) Nadzom ringkas ini berisi syair yang terdiri dari 61 bait ,Imam Jamzuri dalam nadzom ini menerangkan tentang hukum bacaan / tajwid  yang beliau pelajari dari sang guru yaitu  Imam Al Mihiy,Nadzom ini  berisi tentang hokum nun sakinah (mati ) dan tanwiin, dan Hukum Nun Tasdid,hokum Mim Sakinah (sukun) ,Hukum Mutamasilain ,Mutajanisain,Mutaqorribain ,Al Ta’rif,Lam Fiil,Hukum-Hukum Mad.

Waktu kita kecil kita sering dengar syair
Nun Mati Tanwin Bila Bertemu Huruf ,Lima Hukum Itu Telah Ma’ruf Yaitu Idhhar…..dan selanjutnya itulah salah satu isi Dari Tauhfathul Athfal yang di buat syair oleh guru di kampung ,agar santri mudah  dan gampang mengingatnya.

WAFATNYA
Para ulama tidak tahu pasti kapan beliau meninggal tetapi dalam sejarah di sebutkan bahwa kitab yang beliau susun terahir adalah Fathurrahman Bisarhi Kanzul Maani Fi Qiraoat Sab’i yang di susun terahir sekitar tahun 1208 H (beliau Wafat setelah Tahun 1208 H).Wallahu A’lam

Kamis, 11 November 2021

Review Makalah DINAMIKA PESANTREN INDONESIA



Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim


Setelah Indonesia merdeka, pesantren banyak menyumbangkan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Indonesia, sebut saja Mukti Ali yang dahulu pernah menjabat sebagai Menteri Agama, M Natsir dan yang lebih terpenting lagi, dengan terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden Indonesia yang keempat, adalah juga mewakili tokoh yang muncul dari kalangan pesantren.

 

Ketahanan yang ditampilkan pesantren dalam menghadapi laju perkembangan zaman, menunjukkan sebagai suatu lembaga pendidikan, pesantren mampu berdialog dengan zamannya, yang pada gilirannya hal tersebut mampu menumbuhkan harapan bagi masyarakat pada umumnya, bahwa pesantren dapat dijadikan sebagai lembaga pendidikan alternatif pada saat ini dan masa depan.

 

Menurut Clifford Geertz, antara tahun 1820-1880, telah terjadi pemberontakan dari kaum santri di Indonesia, yaitu pemberontakan kaum Padri di Sumatera yang dipimpin oleh Imam Bonjol, pemberontakan Diponegoro di Jawa, pemberontakan Banten akibat tanam paksa yang dilakukan Belanda dan pemberontakan di Aceh yg dipimpin antara lain oleh Teuku Umar dan Teuku Cik Ditiro.pesantren pada masa itu juga bukan hanya menjadi tempat belajar juga menjadi tempat kebangkitan para santri ,serta menjadi benteng dan tempat mempersiapkan pasukan sehingga banyak dari kalangan santri dan kiai menjadi Pimpinan dari para pejuang islam,Akhirnya, pada akhir abad ke-19, Belanda mencabut resolusi yang membatasi jamaah haji sehingga jumlah peserta jamaah haji pun membludak.

 

Pada zaman penjajahan dikalangan pemerintah kolonial Belanda, timbul dua alternatif untuk memberikan pendidikan kepada bangsa Indonesia, yaitu mendirikan lembaga pendidikan yang berdasarkan lembaga pendidikan tradisional, yaitu pesantren atau mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem pendidikan yang berlaku di Barat, karena hal ini telah terjadi persaingan antara lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan kolonial.

 

Hal ini sejalan dengan tujuan dari lulusan pesantren yaitu dapat mencapai kebahagiaan diakhirat yang secara otomatis juga akan mencapai kebahagiaan di dunia, oleh sebab itu pesantren dalam perkembangannya harus mengembangkan ilmu-ilmu tradisional sekaligus ilmu-ilmu modern yang berguan untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun diakhirat.

 

Menurut data yang ada, lembaga ini pertama kali didirikan khususnya ditanah jawa pada abad ke-15 oleh Maulana Malik Ibrahim dan kemudian ditumbuh kembangkan oleh para wali songo lainnya, dan pada tahun 2012 pesantren yang ada di Indonesia berjumlah 27.230.

 

Peran dan Kontribusi Pesantren dalam Pendidikan Pesantren sebagai salah satu format lembaga pendidikan yang dipercaya sebagai formula jitu yang dapat menangani permasalahan-permasalahan umat dewasa ini, mengingat perkembangan dunia pendidikan dewasa ini tampak sangat memprihatinkan.

 

Hal ini tercermin dari berbagai fokus wacana, kajian dan peneilitian para ahli, terutama setelah kian diakuinya kontribusi dan peran pesantren yang bukan saja sebagai “subkultur” untuk menunjuk kepada lembaga yang bertipologi unik dan menyimpang dari pola kehidupan umum di negeri ini sebagaimana yang dikatakan KH. Abdurrahman Wahid.

 



Review Makalah Pesantren Adalah Ladang Dakwah

 



Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

     Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pondok pesantren telah berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pedesaan maupun di tingkat perkotaan. Pondok pesantren telah muncul dan berkembang dengan pesatnya dengan tujuan untuk menjadikan para santri yang beriman dan berilmu serta bermanfaat pada saat berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya. Pondok pesantren telah memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepribadian, akhlak dan cinta terhadap agama dan negara. Keterlibatan pondok pesantren dalam membela agama dan negara dari penjajah tidak dapat dipungkiri.

     Istilah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam lebih populer di masyarakat Pulau Jawa. Kepopuleran istilah ini muncul pada masa walisongo menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Walisongo menyebarkan Islam di Pulau Jawa melalui pondok sebagai tempat pembelajaran ilmu-ilmu ke-Islaman dan sosial. Sedangkan di wilayah lain seperti Aceh dikenal dengan sebutan rangkang, dayah, dan Meunasah. Sementara di Kalimantan disebut langgar,4 dan di Sumatra Barat di sebut dengan surau.

     Maka dari itu, pesanten adalah tempat terbaik untuk berdakwah. Bukan hanya ilmu agama yang diajarkan di dalamnya, ilmu-ilmu umum pun juga diajarakan seperti pertanian, perdagangan dan masih banyak yang lain nya. Hal tersebut diharapkan agar santri ketika sdah keluar dari pesantren, mereka siap terjun ke lapangan dengan berbagai macam watak dan keadaan sosial yang akan mereka hadapi. Dari sini bisa disimpulkan bahwa pesantren adalah ladang dakwah yang sebenarnya.

Review Makalah Pesantren Dan Pemerintah




Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

     Ketika Indonesia diproklamasikan pada tahun 1945, madrasah telah bermunculan dengan menyandang identitas sebagai lembaga pendidikan Islam. Pada waktu itu Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKIP) sebagai badan legislatif menganjurkan agar pendidikan dan pengajaran di langgar, surau, masjid dan madrasah harus terus berjalan dan ditingkatkan. Sebagai tindak lanjut dari maklumat tersebut, tanggal 27 Desember 1945 BPKIP menyarankan agar madrasah dan pondok pesantren mendapat perhatian dan bantuan materiil dari pemerintah, karena kadua lembaga tersebut pada hakekatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan untuk mencerdaskan rakyat.

    Pemerintah juga tidak kalah dalam memberi perhatian terhadap madrasah atau pendidikan Islam umumnya. Hal ini terbukti dengan dibentuknya Departemen Agama (Depag) pada tanggal 3 Januari 1946. Dalam struktur organisasinya terdapat bagian pendidikan yang tugas pokoknya adalah mengurusi masalah pendidikan agama di sekolah umum dan pendidikan agama di sekolah agama (madrasah dan pesantren). Namun perhatian yang diberikan pemerintah tersebut nampak tidak berkelanjutan. Hal ini nampak dalam undang-undang pendidikan nasional pertama (UU No. 4 tahun 1950 dan UU No. 12 tahun 1954) yang tidak memasukkan masalah madrasah dan pesantren sama sekali. Undang-undang tersebut hanya mengatur pendidikan agama di sekolah (umum). Hal ini berdampak pada madrasah dan pesantren sehingga keduanya dianggap berada di luar sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu muncul sikap diskriminatif pemerintah terhadap madrasah dan pesantren.

    Dari penjelasan di atas, dapat kita fahami bahwa hubungan pendidikan islam yang pesantren masuk di dalamnya sangatlah erat dengan pemerintahan, ini dibuktikan dengan banyaknya lulusan pesantren yang mengabdi di pemerintahan. Dan juga jika tidak ada dukungan dari pemerintah, pesantren tidak lah bisa se eksis dan se maju seperti pada masa sekarang. Maka dari itu hubungan erat antara pesantren dan pemerintah sangatlah dibutuhkan dan harapannya adalah hubungan ini tidak akan pernah layu selamanya. Salah satu contoh nya adalah ketika pemerintah memberikan bantuan kepada pesantren dengan nominal angka yang sangat besar, namung sayangnya hal tersebut masih dijadikan lahan bisnis oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab.



Rabu, 10 November 2021

Review Makalah: Dinamika Dakwah Berbasis Pesantren diera Orde Baru




Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim

 

 Di awal pemerintahan Orde Baru telah melahirkan kebijakan yang merugikan pendidikan Islam dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 1972. Isi Keppres itu menggariskan pembagian tugas dan tanggung jawab terhadap pembinaan pendidikan dan latihan secara menyeluruh kepada tiga lembaga Kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan umum latihan keahlian dan kejuruan. 

  Kementerian Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas latihan keahlian dan kejuruan bukan pegawai negeri serta Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pendidikan dan latihan khusus pegawai negeri. Kementrian Agama yang sejak kemerdekaan bertugas membina pendidikan agama hanya bertugas dan bertanggung jawab untuk menyusun kurikulum pendidikan agama, baik untuk sekolah umum, madrasah maupun perguruan tinggi.

      Kebijakan yang mengalihkan tanggung jawab pembinaan madrasah dan pondok pesantren menimbulkan kontroversi dan keresahan di kalangan tokoh tokoh Islam.

   Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas ,  madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pondok pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI pada tahun 1975, pelarangan SDSB mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-anPemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.

   Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Kompilasi Hukum Islam , dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.

Minggu, 07 November 2021

Makalah Sejarah Pendidikan Pesantren

Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim


 PEMBAHASAN

Prolog  

  Suatu hal yang tidak bisa lepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk digerus oleh zaman dengan segala inofasinya. Oleh karenanya banyak pakar, baik tingkat lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan objek kajian. Tidak jarang beberapa tesis dan disertasi menulis tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini. 

Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan Dunia Muslim, adalah tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam separti pesantren yang mampu bertahan di samping karena modelnya, juga karena sifat ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan, sistem dan manhaj (metodologi) yang terkesan apa adanya, hubungan Kyai dan Santri serta keadaan fisik yang serba sederhana. 

Walau di tengah suasana yang demikian, yang menjadi magnet terbesar adalah peran dan kiprahnya bagi masyarakat, negara dan umat manusia yang tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya konstribusi yang pernah dipersembahkan lembaga yang satu ini, baik di masa pra kolonial, kolonial, dan pasca kolonial, bahkan di masa kini pun peran itu masih tetap dirasakan. 

Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan dewasa ini, ada baiknya kita mengulas kembali sistem pendidikan pesantren. Keintegrasian antara ilmu etika dan pengetahuan yang pernah dicanangkan pesantren perlu mendapat perhatian, sehingga paling tidak mengurangi apa yang menjadi hiruk pikuk di tengah-tengah pelajar dan pemuda kita: Tawuran. Sehingga pada tulisan ini akan coba kami ungkap bagaimana lahirnya pondok pesantren, baik dari sejak masa Rasululloh SAW, Sahabat, hingga awal perkembangannya di Indonesia. 

Kajian Historis Pada Awal Kepemimpinan Rasululloh SAW

Dalam sebuah tesis yang yang ditulis oleh Yakhsyallah Mansur yang kemudian dibukukan dengan judul “Ash-Shuffah pusat pendidikan Islam pertama yang didirikan dan diasuh Nabi Muhammad SAW”, memberikan beberapa teori baru tentang lembaga pendidikan Islam yang kita kenal dengan pesantren.

Selama ini, Pesantren yang berasal dari dua suku kata ‘pe’ artinya tempat dan ‘santren’ atau santri, tempat santri, lebih sering dikaitkan dengan tempat pendidikan agama-agama sebelum Islam yang ada di Indonesia (Hindu/Budha). Seperti dikutip oleh Zamakhsyari Dhofier bahwa pesantren berasal dari kata santri. Kata ini berasal dari bahasa tamil yang berarti guru mengaji. Ada juga yang mengatakan dari katan shastri yang dalam bahasa India memiliki arti orang yang tahu buku-buku agama suci Hindu. Juga ada pendapat yang menyebutkan kata shastri ini berasal dari kata shastra yaitu buku suci, buku agama dan pengetahuan.

Nurcholis Madjid, walaupun agak berbeda sedikit dengan pendapat di atas, masih menjelaskan pesantren dari asal katanya yaitu santri, menurutnya adalah orang-orang yang melek huruf, bisa membaca kitab-kitab bahasa arab, paling tidak bisa membaca Al-Qur’an. Juga ada yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bahasa jawa cantrik, yaitu orang yang selalu mengikuti seorang guru, kemanapun guru itu pergi dan menetap yang dalam tradisi pewayangan bertujuan untuk mempelajari suatu keahlian. 

Dalam menjelaskan elemen yang membangun sebuah pesantren, Mastuhu menyebutkan beberapa hal yaitu kiai, pondok, masjid dan pengajaran kitab klasik. Sepertinya dari sinilah Yakhsyallah memulai penelitian tesisnya. Baginya ketika Rasulullah berada di Madinah, sebelum membangun sebuah kota yang menjadi awal peradaban Islam. Beliau telah membangun pusat pendidikan pesantrennya sendiri yang disebutnya dengan Ash-Shuffah. Bagi penulis buku ini, seluruh aktivitas Rasulullah merupakan teladan yang harus diikuti, termasuk dalam masalah pendidikan, dari tangan dingin beliaulah, lahir pribadi-pribadi unggul yang mampu mewarnai peradaban dunia, melakukan pembebasan dari kesyirikan dan penindasan dibanyak tempat. Sampai michael hart, memposisikannya diurutan pertama 100 tokoh yang mengubah dunia.

Selain faktor pribadi Rasulullah, baginya metode pengajarannya pun sangat moderen yaitu metode at-tanwi’ wa at-taghyir, atau metode bervariasi. Dengan metode ini seluruh potensi para santrinya yaitu para sahabat bisa tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Maka betullah apa yang dikatakan KH. Imam Zarkasyi, metode lebih penting dari materi, tapi guru dan jiwa guru lebih penting dari metode dan materi.

Apabila elemen-elemen yang membangun pesantren kita qiyaskan ke dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah, maka akan kita temukan bahwa Rasulullah adalah seorang kiai, para sahabat sebagai santri, Al-Qur’an dan hadits sebagai materi, masjid Nabawi sebagai tempat pendidikan dan pondokan, karena sebagian para sahabat merupakan ashabu ash-Shuffah yang tinggal di pelataran masjid Nabawi seperti Abu Hurairah, Suhaib ar-Rumi, Salman al-Farisi, Bilal bin Rabah dan banyak lagi yang lainnya.

Dalam makalahnya yang berjudul “Tamaddun sebagai Konsep Peradaban Islam” Hamid Fahmy Zarkasyi menyebutkan dalam tradisi intelektual Islam, komunitas ilmuwan itu berkembang secara bertahap. Komunitas ilmuwan yang paling awal dan berfungsi sebagai medium transformasi ilmu pengetahuan wahyu adalah Bait al-Arqam. Namun yang lebih efektif dari itu adalah al-Suffah, yang artinya beranda atau serambil masjid dan komunitas intelektualnya disebut ashabu ash-Shuffah.

Tujuan utama ashabu ash-Shuffah adalah belajar dan mengamalkan Islam, dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Bagi Hamid karena objeknya adalah wahyu maka materi pembelajaran ashabu ash-Shuffah lebih luas dan kompleks. Oleh sebab itu, materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization).

Kajian Historis Pada Masa Sahabat Nabi SAW

Adapun lembaga-lembaga pendidikan pada masa nabi dan masa sahabat masih terbilang sama yaitu:

Shuffah 

Pada masa Rasulullah, shuffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktifitas pendidikan, demikian juga pada masa berikutnya. Biasanya tempat ini menampung santri baru yang tergolong miskin. Di sini para santri diajarkan untuk membaca dan menghafal al-qur’an secara benar. Mereka juga diajarkan Islam di bawah bimbingan langsung dari Nabi. Rasulullah mengangkat Ubaid bin al-Samit sebagi guru pada lembaga pesantren shuffah di Madinah. Dalam perkembangan selanjutnya shuffah juga menawarkan pelajaran dasar berhitung, kedokteran, astronomi, genelogi, dan ilmu fonetik.

Bidang-bidang studi yang diajarkan di pesantren Shuffah adalah al-qur’an, tajwid, dan semua ilmu-ilmu keIslaman di samping membaca dan menulis. Keberlangsungan al- Shuffah ini sangat diperhatikan oleh khulafa al-Rasyidin semisal Umar bin Khatab. Kegiatan pendidikan ini kemudian dibantu pembiayaannya dengan dana pemerintah yang tersedia (Sukarno dan Ahmad Supardi, 1985: 51). Pada masa sahabat, para guru atau pendidik yang mengajar di al-Shuffah ini adalah alumni dari lembaga al-Shuffah pertama di bawah bimbingan Nabi, seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan lain sebagainya.

Kuttab / maktab

 Maktab atau kuttab adalah adalah lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pembelajaran al- qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. Lembaga ini telah dikenal masyarakat Arab pra-Islam sebagai lembaga tempat mengajarkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis. Pada zaman Nabi, kuttab mulai dikenal pasca terjadinya perang Badar. Ketika terjadi perang Badar, ada beberapa musuh Islam yang tertawan. Tawanan yang bisa baca tulis dapat menebus dirinya dengan mengajarkan baca-tulis kepada 10 orang anak Madinah, setelah 10 orang anak-anak pandai baca tulis, tawanan itu bebas dan boleh kembali ke negerinya (Tafsir, 2005 : 59). 

Halaqah

Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk di lantai menerangkan. Kegiatan halaqah ini biasanya terjadi di masjid atau di rumah-rumah (Asrohah, 1999: 49). Lingkaran (halaqah) adalah bentuk tertua dari pengajaran Islam, sejak masa Nabi Muhammad, yang berperan memimpin kegiatan bagi para pengikutnya baik pria maupun wanita.

Majlis

Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia merujuk pada tempat arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Dalam majlis ini, murid yang belajar disini adalah orang dewasa, dan juga remaja. Mengenai materi yang dipelajari tetap berkisar dengan al-qur’an dan ilmu-ilmu agama. 


Masjid 

Semenjak berdirinya di zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun ekonomi. Namun, yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan penyampaian doktrin Islam.

 Pada masa Nabi Muhammad Saw dan khalifah Abu Bakar Shiddiq, masjid masih berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan Islam tanpa ada pemisahan yang jelas antara keduanya hingga masa Amirul Mukminin, Umar ibn Khattab. Pada masanya, di samping atau di beberapa sudut masjid dibangun kuttab-kuttab, untuk tempat belajar anak-anak. Sejak masa inilah pengaturan pendidikan anak-anak dimulai. Hari Jum’at adalah hari libur mingguan sebagai persiapan melaksanakan shalat Jum’at. Khalifah Umar ibn Khattab mengusulkan agar para pelajar diliburkan pada waktu dzuhur hari kamis, agar mereka bersiap-siap menghadapi hari Jum’at. Usul ini kemudian menjadi tradisi hingga sekarang di berbagai pondok pesantren (Arief, 2014: 41).

Sebagai institusi pendidikan Islam periode awal, masjid menyelenggarakan kajian-kajian baik dalam bentuk diskusi, ceramah dan model pembelajaran yang memiliki bentuk atau format tersendiri. yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan masyarakat muslim pada masa itu yang pada masa-masa berikutnya terus mengalami inovasi dan pembaruan. Hasil inovasi dan pembaruan tersebut sebagai konsekwensi dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat muslim terhadap pendidikan Islam yang terus mengalami perubahan dan peningkatan.

Awal Perkembangan di Indonesia

Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk pendidikan Islam yang memiliki akar sejarah panjang dan bisa dikatakan sebagai embrio dari jenis-jenis pendidikan yang berkembang saat ini di Indonesia. Pondok pesantren dengan karakteristik kulturalnya memiliki potensi tersendiri dalam menjawab tantangan global dalam kaitannya dengan pelestarian budaya asli bangsa. Sebagai sebuah bentuk pendidikan paling tua di Indonesia, secara historis ia telah teruji mampu mempertahankan eksistensinya di tengah dinamika pendidikan yang senantiasa berubah dan berkembang (Fahrurrozi, 2014:1). 

Berdasarkan PP No 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, bagian kesatu Pendidikan Keagamaan Islam pasal 14 ayat (1) menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren. Serta, pada ayat (3) menyebutkan Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/ atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pada Paragraf 3 pasal 26, ayat(1) menjelaskan tentang penyelenggaraan pendidikan oleh Pesantren dengan tujuan menanamkan keimanan, dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/ atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat, ayat (2) menjelaskan penyelenggaraan pendidikan diniyah oleh Pesantren, dan ayat (3) memberikan penjelasan tentang peserta didik dan/atau pendidik di pesantren yang diakui keahliannya dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pengertian Pesantren  

Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pesantren adalah tempat di mana dimensi ekstorik (penghayatan secara lahir) Islam diajarkan, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India. Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal dari kata Arab funduq, yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir. 

Ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren mengandung makna ke-Islaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama. Banyak dari kalangan yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kyainya, atau disisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitu pula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan.

Selain itu juga menyebutkan bahwa kata pesantren yang berasal dari akar kata santri dengan awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Para ahli berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji. Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. 

Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai, karena kiyai memiliki kedudukan yang tak terjangkau, tak dapat sekolah dan masyarakat memahami kagungan Tuhan dan rahasia alam. memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak. Tegasnya Kiyai adalah tempat bertanya atau sumber referensi, tempata menyelesaikan segala urusan dan tempat meminta nasihat dan fatwa. Pondok, Masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan lima elemen dasar yang dapat menjelaskan secara sederhana apa sesungguhnya hakikat pesantren. Sehingga dengan demikian dari asal kata, maka dapat kita ambil benang merah mengenai pengertian pesantren secara istilah yakni, pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang menampung sejumalah santri maupun santriwati dalam rangka mempelajari ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan seorang kyai. 

Sejarah Lahirnya Pesantren


 Dalam catatan sejarah, Berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kiyai yang menetap (bermukim) di suatu tempat. Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya. Sedangkan biaya kehidupan dan pendidikan disediakan bersama-sama oleh para santri dengan dukungan masyarakat di sekitarnya. Hal ini memungkinkan kehidupan pesantren bisa berjalan stabil tanpa dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di luar. Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Karena itu Pondok pesantren adalah salah satu tempat berlangsungnya intraksi antara guru dan murid, kiyai dan santri dalam intensitas yang relatif dalam rangka mentransfer ilmu-ilmu keislaman dan pengalaman. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Tallo, Sulawesi.

Dikatakan Pesantren Ampel yang didirikan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim, merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel. Sejarahnya, misalnya Pesantren Giri di Gresik bersama institusi sejenis di Samudra Pasai telah menjadi pusat penyebaran ke-Islaman dan peradaban ke berbagai wilayah Nusantara. Pesantren Ampel Denta menjadi tempat para wali yang mana kemudian dikenal dengan sebutan wali songo atau sembilan wali menempa diri. Dari pesantren Giri, santri asal Minang, Datuk Sri Bandang, membawa peradaban Islam ke Makassar dan Indonesia bagian Timur lainnya, lalu melahirkan Syekh Yusuf, ulama besar dan tokoh pergerakan bangsa. Mulai dari Makassar, Banten, Srilanka hingga Afrika Selatan. Di lihat dari sejarahnya, pesantren memiliki usia yang sama tuanya dengan Islam di Indonesia. Syaikh Maulana Malik Ibrahim dapat dikatakan sebagai peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesi. Pesantren pada masa awal pendiriannya merupakan media untuk menyebarkan Islam dan karenanya memiliki peran besar dalam perubahan social masyarakat Indonesia.

Pada masa awal perkembangan Islam di Nusantara, perhatian pemerintah kerajaan Islam terhadap berkembangnya pendidikan Islam cukup besar. Namun pada masa VOC maupun pemerintahan Hindia Belanda kondisi ini berubah. Masyarakat Islam yang taat seakan-akan diasingkan. Para ulama dijauhkan dari masyarakat karena dianggap membawa potensi terjadinya “kerusuhan”. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah kolonial terhadap jamaah haji. Pemerintah mempersulit keberangkatan para jamaah haji Nusantara dengan berbagai kebijakan dan berusaha mencegah mereka pulang ke tanah airnya. Pada akhirnya Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam cenderung menyingkir dari pengaruh-pengaruh pemerintah. Dari posisi pendiriannyapun nampak bahwa pesantren menjauh dari pusat pemerintahan. Dari sinilah pesantren kemudian berjuang untuk mempertahankan diri secara mandiri.

Pesantren terbentuk melalui proses yang panjang. Diawali dengan pembentukan kepemimpinan dalam masyarakat. Seorang Kyai sebagai pemimpin pesantren tidaklah muncul dengan begitu saja. Kepemimpinan Kyai muncul setelah adanya pengakuan dari masyarakat. Kyai menjadi pemimpin informal di kalangan rakyat karena dianggap memiliki keutamaan ilmu. Maka Kyai menjadi rujukan dan tempat bertanya, tidak saja mengenai agama tetapi juga mengenai maslaha-masalah sosial kemasyarakatan. Hal ini pulalah yang kemudian menciptakan budaya ketundukan dan ketaatan santri dan masyarakat terhadap pesantren. Dari terbentuknya kepemimpinan Kyai, yang menjadi rujukan masyarakat sebuah sistem pendidikan masyarakat terbentuk. Masyarakat menjadikan Kyai sebagai guru dan belajar apa saja yang dikuasainya. Fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah apa saja yang ada di sekitarnya.

Pada tahapan awal pembentukan pesantren, umumnya masjid menjadi pusat pendidikan bagi masyarakat. Di masjidlah kegiatan pembelajaran dilakukan. Pada perkembangan selanjutnya pesantren dilengkapi dengan pondok atau tempat tinggal santri. Pembangunan fasilitas-fasilitas pesantren dipimpin oleh Kyai, dengan bantuan masyarakat sekitarnya. Masyarakat dengan sukarela mewakafkan tanahnya, menyumbangkan dana atau material yang diperlukan, hingga menyumbangkan tenaga. Pada intinya masyarakat memberikan apa yang dapat diberikannya. Hal semacam ini masih sering terjadi di pesantren- pesantren hingga saat ini. Dalam kaitan ini, pesantren Mambaul ulum di Surakarta mengambil tempat yang terdepan dalam merambah bentuk respon pesantren terhadap ekspansi pendidikan Belanda dan pendidikan modern Islam.

Di awal Abad 19, Kiai Basari dari Pesantren Tegalrejo-Ponorogo mengambil peran besar. Pesantren ini menempa banyak tokoh besar seperti Pujangga Ronggowarsito. Pada akhir abad itu, posisi serupa diperankan oleh Kiai Kholil, Bangkalan-Madura. Dialah yang mendorong dan merestui KH Hasyim Asy’ari atau Hadratus Syeikh , santrinya dari pesantren Tebu Ireng Jombang, untuk membentuk Nahdlatul Ulama (NU). NU pun menjadi organisasi massa Islam terbesar dan paling berakar di Indonesia. 

Di jalur yang sedikit berbeda, rekan seperguruan Hadratus Syeikh di Makkah, KH. Ahmad Dahlan pun mengambil peran yang kemudian mempengaruhi kelahiran “pesantren moderen” seperti Pondok Gontor-Ponorogo yang berdiri pada tahun 1926. Pondok ini selain memasukkan sejumlah mata pelajaran umum kedalam kurikulumnya, juga mendorong para santrinya untuk mempelajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan sejumlah ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan sebagainya. 

Dahulu kesederhanaan pesantren sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa keikhlasan yang dimiliki para santri dan Kyai. Hubungan mereka tidak hanya sekadar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Tidak heran bila santri merasa kerasan tinggal di pesantren walau dengan segala kesederhanaannya. Bentuk keikhlasan itu terlihat dengan tidak dipungutnya sejumlah bayaran tertentu dari para santri, mereka bersama- sama bertani atau berdagang dan hasilnya dipergunakan untuk kebutuhan hidup mereka dan pembiayaan fisik lembaga, seperti lampu, bangku belajar, tinta, tikar dan lain sebagainya.

Materi yang dikaji adalah ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist dan lain-lain. Biasanya mereka mempergunakan rujukan kitab turost (warisan ulama klasik) atau yang dikenal dengan kitab kuning. Di antara kajian yang ada, materi nahwu dan fiqih mendapat porsi mayoritas. Hal itu karena mereka memandang bahwa ilmu nahwu adalah ilmu kunci. Seseorang tidak dapat membaca kitab kuning bila belum menguasai nahwu. Sedangkan materi fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat (sosiologi). Tidak heran bila sebagian pakar menenyebut sistem pendidikan Islam pada pesantren dahulu bersifat “fiqih orientied” atau “nahwu orientied”. Seiring perkembangan pesantren yang semakin pesat serta di banjirinya kitab-kitab agama berbahasa arab, maka secara umum model pembelajaran yang digunakan adalah dengan mengambil bentuk halaqah seperti yang berlaku di Basrah dan Baghdad.  

Masa pendidikan tidak tertentu, yaitu sesuai dengan keinginan santri atau keputusan sang Kyai bila dipandang santri telah cukup menempuh studi padanya. Biasanya sang Kyai menganjurkan santri tersebut untuk nyantri di tempat lain atau mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing. Para santri yang tekun biasanya diberi “ijazah” dari sang Kyai.

Lokasi pesantren model dahulu tidaklah seperti yang ada kini. Ia lebih menyatu dengan masyarakat, tidak dibatasi pagar (komplek) dan para santri berbaur dengan masyarakat sekitar. Bentuk ini masih banyak ditemukan pada pesantren-pesantren kecil di desa-desa Banten, Madura dan sebagian Jawa Tengah dan Timur.

Pesantren dengan metode dan keadaan di atas kini telah mengalami reformasi, meski beberapa materi, metode dan sistem masih dipertahankan. Namun keadaan fisik bangunan dan masa studi telah terjadi pembenahan. Contoh bentuk terakhir ini terdapat pada Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Tegalrejo. Setelah Indonesia merdeka, pesantren banyak menyumbangkan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Indonesia, sebut saja Mukti Ali yang dahulu pernah menjabat sebagai Menteri Agama, M Natsir dan yang lebih terpenting lagi, dengan terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presidan Indonesia yang keempat, adalah juga mewakili tokoh yang muncul dari kalangan pesantren. Ketahanan yang ditampilkan pesantren dalam menghadapi laju perkembangan zaman, menunjukkan sebagai suatu lembaga pendidikan, pesantren mampu berdialog dengan zamannya, yang pada gilirannya hal tersebut mampu menumbuhkan harapan bagi masyarakat pada umumnya, bahwa pesantren dapat dijadikan sebagai lembaga pendidikan alternatif pada saat ini dan masa depan. 

Perkembangan Pesantren di Indonesia


Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, yang berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan modernisasi Islam di kawasan ini, mempengaruhi dinamika keilmuan dilingkungan pesantren. Bahkan sejumlah pesantren bergerak lebih maju lagi. Berkaitan dengan gagasan tentang “kemandirian” santri telah menyelesaikan pendidikan mereka di pesantren, beberapa pesantren memperkenalkan semacam kegiatan atau latihan keterampilan dalam sistem pendidikan mereka. Bentuk, sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi kepada dua periodisasi; Pertama, Ampel (salaf) yang mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemoderenan dalam sistem, metode dan fisik bangunan. Periodisasi ini tidak menafikan adanya pesantren sebelum munculnya Ampel dan Gontor. 

Sebelum Ampel muncul, telah berdiri pesantren yang dibina oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Demikian juga halnya dengan Gontor, sebelumnya telah ada yang justru menjadi cikal bakal Gontor, pesantren Tawalib, Sumatera. Pembagian di atas didasarkan pada besarnya pengaruh kedua aliran dalam sejarah kepesantrenan di Indonesia.

Sifat kemoderenan Gontor tidak hanya terletak pada bentuk penyampaian materi yang menyerupai sistem sekolah atau perkuliahan di perguruan tinggi, tapi juga pada gaya hidup. Hal ini tercermin dari pakaian santri dan gurunya yang mengenakan celana dan dasi. Berbeda dengan aliran Ampel yang sarungan dan sorogan. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat para Kyai salaf menekankan perasaan anti kolonial pada setiap santri dan masyarakat, hingga timbul fatwa bahwa memakai celana dan dasi hukumnya haram berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum (golongan), maka dia termasuk golongan itu”.

Dalam hal ini, Gontor telah berani melangkah maju menuju perubahan yang saat itu masih dianggap tabu. Namun demikian bukan tidak beralasan. Penggunaan dasi dan celana yang diterapkan Gontor adalah untuk mendobrak mitos bahwa santri selalu terbelakang dan ketinggalan zaman. Prinsip ini tercermin dengan masuknya materi bahasa inggris menjadi pelajaran utama setelah bahasa Arab dan agama, dengan tujuan agar santri dapat Beberapa reformasi dalam sistem pendidikan pesantren yang dilakukan Gontor antara lain dapat disimpulkan pada beberapa hal. Di antaranya: tidak bermazhab, penerapan organisasi, sistem kepimimpinan sang Kyai yang tidak mengenal sistem waris dan keturunan, memasukkan materi umum dan bahasa Inggris, tidak mengenal bahasa daerah, penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar dan percakapan, olah raga dengan segala cabangnya dan lain-lain. Oleh karena itu Gontor mempunayi empat prinsip, yaitu: berbudi tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas dan berpengetahuan luas.

Langkah-langkah reformasi yang dilakukan Gontor pada gilirannya melahirkan alumni-alumni yang dapat diandalkan, terbukti dengan duduknya para alumni Gontor di berbagai bidang, baik di instansi pemertintah maupun swasta. Bila mazdhab Ampel telah melahirkan para ulama, pejuang kemerdekaan dan mereka yang memenuhi kebutuhan lokal, maka Gontor telah memenuhi kebutuhan di segala sendi kehidupan di negeri ini. Atas dasar itu pula penulis membagi sejarah sistem pendidikan pesantren kepada dua fase; fase Ampel dan fase Gontor. Satu persamaan yang dimilki dua madzhab ini adalah bahwa kedua-duanya tidak mengeluarkan ijazah negeri kepada alumninya, dengan keyakinan bahwa pengakuan masyarakatlah sebagai ijazahnya.

Langkah reformasi di atas tidak berarti Gontor lebih unggul di segala bidang, terbukti kemampuan membaca kitab kuning (turost) masih dikuasai alumni mazhab Ampel dibanding alumni mazhab Gontor. Pendapat lain seiring perkembangan yang terjadi mengemukakan perkembangan pesantren di bagi menjadi beberapa berdasarkan tipologinya yakni “Pesantren Tradisional (salaf), dan Pesantren Moderen (kalaf), pesantren dengan pendidikan formal, pesantren yang dibedakan berdasarkan jumlah santrinya, pesantren yang memiliki afiliansi atau tidak sama sekali terhadap salah satu ormas, pesantren yang menampung santri mukim dan santri kalong, dan pesantren pedesaan dan perkotaan.

Epilog

 Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

Secara historis, pesantren telah ada sejak masa Rasululloh SAW dan sahabat, kendati nama pondok atau pesantren pada masa itu masih belum. Namun, secara praktek maka pesantren itu sudah ada bersamaan dengan kemunculan ajaran Islam itu sendiri. Kata Pesantren lebih dikenal dengan sebutan pondok, istilah pondok berasal dari kata Arab “funduq”, yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir. Ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren mengandung makna ke-Islaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Selain itu juga menyebutkan bahwa Kata pesantren yang berasal dari akar kata santri dengan awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Para ahli berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji, dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama. Sehingga dengan demikian dari asal kata, maka dapat kita ambil benang merah mengenai pengertian pesantren secara istilah yakni, pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan islam yang menampung sejumalah santri maupun santriwati dalam rangka mempelajari ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan seorang kyai.

Sejarah munculnya pesantren awalnya berasal dari kebudayaan Hindu Budha yang di bawah dari india, seiring masuknya Islam dan banyaknya masyarakat yang menganut agama Islam kemudian mengalami penetrasi proses penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh agama Hindu Budha, diadopsi dan dijadikan sebagai sistem pendidikan islam yang baru. Selain itu menurut catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Tallo, Sulawesi. Di katakan Pesantren Ampel yang didirikan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim, merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel. Pesantren Ampel Denta menjadi tempat para wali yang mana kemudian dikenal dengan sebutan wali songo atau sembilan wali menempa diri. Dari pesantren Giri, santri asal Minang, Datuk Sri Bandang, membawa peradaban Islam ke Makassar dan Indonesia bagian Timur lainnya. Makassar lalu melahirkan Syekh Yusuf, ulama besar dan tokoh pergerakan bangsa. Mulai dari Makassar, Banten, Srilanka hingga Afrika Selatan. 

Seiring dengan perkembangan zaman, pesantrenpun menjadi pusat pendidikan yang banyak diminati oleh masyarakat selain karena pesantren menawarkan sistem pendidikan yang serba sederhana juga karena pesantren banyak memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat, dan disebabkan zaman karena itulah maka pesantren mulai mengalami perkembangan yang pesat, sehingga dibagi menjadi dua periodesisasi; Periode Ampel (salaf) yang mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemoderenan dalam sistem, metode dan fisik bangunan. 







Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000.

Agil Siraj, Said, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. 

Nata, Abuddin. MA, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2001.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3S, 1995.

Munir, Ahmad Warson., Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. 

Rahim Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta; PT. Logos Wacana Ilmu, 2001. 

Azra, Azyumardi Esei-esei intlektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. 

Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, Jakarta Selatan; Teraju, 2003.

Daud Ali, Muhammad, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Fatah dan Ismail, Dinamika pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.  


STRATEGI MEMPERTAHANKAN PESANTREN SALAFIYAH DI TENGAH ARUS ERA GLOBALISASI

Review Makalah Kelompok 11 Oleh: Taufik Hidayah Mahasiswa INAIFAS Kencong Jember Jatim    Pesantren salaf yakni pesantren yang melakukan pen...